Hamba Tuhan Yang Menderita (Buletin edisi 12 Maret 2023)

HAMBA TUHAN YANG MENDERITA

Yesaya 53 : 1 -2
Sumber: Pegangan Pelayanan Ibadah Sinode GKI di Tanah Papua

Saudaraku yang dikasihi Tuhan,

Hari ini minggu 12 Maret kita telah mencapai hari ke-71, minggu ke-11, dan minggu sengsara ke-4 di tahun 2023. Konsistensi pelayanan diarahkan dengan fokus pelayanan pada triwulan ketiga adalah pembaruan Tuhan kepada manusia yang didasarkan pada firman Tuhan Yesaya 53 : 1 – 12.

LATAR BELAKANG

Siapa dia hamba Tuhan yang menderita dalam kesaksian Yesaya 53:1-12? Ada pandangan yang menunjuk kepada raja Daud, kepada bangsa Israel sebagai individu maupun bangsa, dan mesias (Ibr. Mesyakh=yang diurapi) yang dinubuatkan para nabi dalam Perjanjian Lama. Tetapi Jika dihubungkan dengan Yesaya 42 tentang “Hamba Tuhan”, maka Yesaya pasal 42 dan pasal 53, menunjuk pada Yesus sebagai Hamba Tuhan yang menderita, yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama dan digenapi dalam Perjanjian Baru. Karena itu, dalam Yesaya 53:1-9, Yesus digambarkan sebagai orang yang menanggung hukuman untuk menghadirkan keselamatan dengan memikul beban dosa manusia. Disaksikan dalam 1 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”.

Yesaya dalam pembacaan ini menyaksikan tentang seorang Hamba Tuhan atau Yesus Kristus yang diutus Allah Bapa ke dalam dunia. Walaupun Dia seorang Hamba Tuhan, tetapi Dia tidak mempertahankan keilahian-Nya sebagai Anak Allah untuk kepentingan dengan jalan membebaskan diri atau menghindari penderitaan yang tidak seharusnya di tanggung sebagai Hamba Tuhan yang tidak berdosa. Ternyata jalan penderitaan Hamba Tuhan itu, bukan kehendak-Nya sendiri, tetapi adalah jalan yang dipilih secara sadar untuk memenuhi kehendak Allah Bapa sebagai tanda kesetiaan, ketaatan-Nya mewujudkan rencana keselamatan Allah bagi manusia yang telah jatuh ke dalam jurang kebinasaan akibat dosa.

Jadi penderitaan Hamba Tuhan atau Yesus Kristus adalah tanda kesetiakawanan dan penyamaan diri-Nya dengan manusia berdosa. Melalui jalan penderitaan Hamba Tuhan menghadirkan keselamatan bagi manusia yang telah berdosa dan hilang kemuliaan Allah.

PENJELASAN TEKS

Ayat 1-3, Memberi kesaksian tentang Yesus Kristus adalah tanaman mudah yang bertumbuh sebagai taruk (Ibr. Yoneq; paidion=anak atau hamba, Yes 9:5) ia tumbuh dihadapan Tuhan dan sebagai tunas (tunas Isai, Yes 11:1,10) dari tanah kering, tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada, rupapun tidak sehingga tidak dipandang dan diinginkannya. Itulah sebabnya, ia dihina, dihindari, ia mengalami kesengsaraan, menderita kesakitan, orang menutup muka terhadap dia, dan dia tidak masuk hitungan. Kesaksian ini mau menegaskan bahwa manusia tidak memiliki kepekaan terhadap kehadiran Hamba Tuhan yang menderita sehingga diabaikan, dilupakan, dan tidak diperhitungkan. Bahkan diperlakukan dengan tidak manusiawi selayaknya manusia duniawi yang berdosa sehingga dihina dan tidak diperhatikan. Manusia tidak mengenalnya karena dosa yang menutupi mata, perasaan, kepekaan dan kesadarannya untuk mengenal siapa itu Hamba Tuhan yang hadir ditengah-tengah mereka dan mengalami penderitaan.

Ayat 4-6, Mengapa ia mengalami penderitaan, kesakitan, kehinaan dan tidak diperhitungkan, seperti disaksikan dalam ayat 1-3? Apakah karena salah dan dosanya sendiri? TIDAK, Kita mengira dipukul dan ditindas Allah karena kesalahannya, dosanya, dan ketidaksetiaannya. Hamba Tuhan itu mengalami penderitaan, kesakitan, kehinaan dan tidak diperhitungkan adalah karena penyakit kita yang ditanggung, kesengsaraan kita yang dipikulnya, dosa kita yang ditanggung, ketidaksetiaan kita yang ditanggung. Dia tertikam karena pemberontakan kita, dia diremukkan karena kejahatan kita. Kesaksian ayat 4-6 menyadarkan kita bahwa Hamba Tuhan itu menderita karena ulah dari hidup dan perbuatan kita yang telah memberontak terhadap kasih suci-Nya. Hamba Tuhan itu menderita karena kesalahan-kesalahan kita. Kita adalah orang-orang sesat seperti domba yang mengambil jalannya sendiri. Kejahatan kita inilah yang ditimpakan kepada Hamba Tuhan itu.

Ayat 7-9, Ayat-ayat ini menyaksikan tentang sikap Hamba Tuhan itu menerima dan menjalani penderitaan yang menimpa hidupnya. Dia dianiaya, tetapi membiarkan diri ditindas, tidak membuka mulutnya melawan atau menolak seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian. Sikap ini menunjukkan ketaatan, kesetiaan dan penyerahan diri sepenuhnya pada rencana dan kehendak Allah untuk menghadirkan keselamatan bagi manusia. Semua ini bukan tanda kekalahan, tanda kegagalan, melainkan tanda kepatuhan seorang Hamba Tuhan untuk memulihkan dan menghidupkan manusia yang telah memberontak, berbuat jahat terhadap kasih suci Allah. Ia di hukum, dilupakan, terpisah dari negeri orang-orang hidup, nasibnya tidak dipikirkan, karena pemberontakan umat Allah, umat manusia ia kena tulah, yaitu murka atau hukuman. Tulah itu nyata ketika kuburnya berada di antara orang-orang fasik, atau orang berdosa dan pemberontak. Ketika mati, ia berada di antara para penjahat, sekalipun ia tidak berbuat jahat, kekerasan dan walaupun tipu tidak ada dalam mulutnya. Sungguh, Allah mengasihi manusia sehingga mengutus Anak-Nya Yesus Kristus menjalani penderitaan yang amat berat. Dan Yesus Kristus memilih jalan ini untuk menggenapkan rencana Allah Bapa. Jika Hamba Tuhan itu menghindari dan membebaskan diri dari jalan penderitaan ini, maka ada dua akibat mendasar: Pertama, rencana keselamatan Allah akan gagal, keselamatan Allah tidak akan sampai ke bumi membebaskan manusia dari dosa dan maut, dan Kedua, manusia tetap hidup dalam dosa, hidup dalam kebinasaan, dan tidak memiliki kehidupan kekal.

Ayat 10-12, Memberi kesaksian tentang rahasia seorang Hamba Tuhan yang menderita, yaitu rahasia yang berhubungan dengan maksud dan kehendak Allah yang berlaku atas dirinya, walaupun tidak bersalah. Ada dua makna yang tersembunyi di balik penderitaan-Nya : Pertama, Rahasia penderitaannya bukan kehendaknya sendiri, melainkan kehendak Allah yang dinyatakan dalam dirinya. Kedua, Allah memakai orang-orang yang tidak percaya, yang hatinya jahat, yang menolak kebenaran, yang mementingkan diri sendiri, sebagai kesempatan untuk mewujudkan rencana keselamatan-Nya yang besar dan mulia bagi manusia berdosa tanpa disadari.

Dua hal ini dimaksudkan agar orang-orang yang tidak percaya, yang melakukan kejahatan atas diri Hamba Tuhan itu dipermalukan. Tujuan perbuatan jahat atas diri Hamba Tuhan untuk mencapai cita-cita dan harapan mereka, sesungguhnya dibarui untuk mewujudkan rencananya. Kenyataan ini menegaskan makna bahwa setiap orang yang berambisi mencapai tujuan hidup dengan rancangan kejahatan, tentu digagalkan Allah dengan cara-Nya sendiri.

Hamba Tuhan menderita, mengalami kesakitan, tetapi TUHAN berkehendak menyerahkan dirinya sebagai korban penebus dosa, agar supaya kehendak TUHAN terlaksana. Rahasia ini nyata dalam ayat 11 dan 12, sesudah kesusahan jiwanya ia melihat terang dan menjadi puas, hamba-Ku sebagai orang benar, ia membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan ia pikul kejahatan mereka. Karena itu, orang-orang besar diserahkan sebagai rampasan, memperoleh orang- orang kuat sebagai jarahan sebagai ganti. Artinya, kejahatan mereka diserahkan untuk ditanggung oleh Hamba Tuhan itu, dengan jalan menyerahkan nyawanya ke dalam maut, bahkan rela terhitung sebagai pemberontak.

PENERAPAN
  1. Manusia tidak dapat membebaskan dirinya dari dosa dan akibatnya yang membawa kebinasaan. Karena itu Allah Bapa mengutus Anak-Nya Yesus Kristus dan menjadikan-Nya sebagai Hamba yang menderita. Yesus datang dan hidup bersama manusia, tapi manusia tidak mengenal-Nya. Manusia tidak memiliki kepekaan, kesadaran terhadap Yesus sebagai hamba yang menderita sehingga dihina, dihindari, diabaikan, dan tidak diperhatikan. Kita disadarkan oleh Hamba Tuhan yang menderita, bahwa dosa kita, kesalahan kita, pemberontakan kitalah yang dipikul dalam penderitaan- Nya. Sekarang kita tahu bahwa Yesus telah menderita dan menghadirkan jaminan keselamatan bagi kita, sebab itu jangan kita hidup seperti orang- orang yang tidak mengenal Allah. Belajar dari Hamba Tuhan yang menderita, maka kita perlu mengerjakan: pertobatan, pembaruan hidup, mengalami hidup yang baru, hidup yang berpusat pada Kristus, agar penderitaan Yesus, hamba Tuhan tidak sia-sia.
  2. Kita tidak hanya mengagumi bahwa seorang Hamba Tuhan telah menderita bagi kita. Tugas kita adalah memaknai dan menerapkan nilai- nilai penderitaan Hamba Tuhan dalam hidup dan tanggung jawab kita sebagai orang percaya. Kita tidak perlu meratapi penderitaan Yesus, kita tidak perlu bersedih, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita menerapkan teladan penderitaan Yesus dalam hidup kita tiap-tiap hari. Dengan demikian, Kita tidak bertanya, apa yang seharusnya kita percayai. Tetapi apa yang seharusnya kita lakukan sebagai orang yang telah diselamatkan dalam penderitaan-Nya.
  3. Sikap Hamba Tuhan yang menderita mewariskan kepada kita, nilai ketaatan, kesetiaan dan penyerahan diri kepada Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Sikap ini kemudian harus dijadikan sebagai sikap iman yang menuntun diri kita, keluarga kita, dan tanggung jawab kita. Sebab iman Kristen menegaskan, bahwa orang percaya tidak hanya menerima anugerah keselamatan Allah, tetapi anugerah keselamatan itu mengikat setiap orang dengan Yesus. Setiap orang yang telah diselamatkan, harus menjadi alat penyalur keselamatan.


Untuk Informasi lainnya yang terdapat di dalam buletin, Silahkan download file pdf yang link-nya tersedia di bawah :



GKI Martin Luther

Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama