Khotbah BP Sinode GKITP
Yunus 4 : 1 - 1 Saudaraku yang dikasihi Tuhan,Hari minggu 18 Juni telah membawa kita memasuki hari ke-169, minggu ke-24 dalam minggu-minggu Trinitas atau minggu biasa kedua yang Panjang, dan kita memberikan perhatian kepada fokus pelayanan Pembaharuan GKI Pada Triwulan Kedua April-Mei-Juni 2023 Pembaruan Hubungan Berdasarkan Kasih Kristus Diantara Sesama Manusia Sebagai Mitra Allah yang Ekumenis, Pluralis dan Inklusif, tidak ada kata lain selain mengakui bahwa “Allah mengasihi semua orang” sebagaimana dasar firman Tuhan yang mendatangi kita minggu ini, Yunus 4 : 1 – 11.
Kasih Allah tidak terbatas hanya pada umat Israel, melainkan mencakup semua umat manusia di bumi ini. Sebuah kesalahan kalau ada yang mengklaim bahwa Allah hanya mengasihi bangsa tertentu. Sekalipun Israel itu adalah bangsa pilihan, tetapi Allah bukan hanya mengasihi mereka, melainkan semua umat manusia. Kisah Yunus yang dicatat dalam Yunus 4: 1-11 menunjukan sikap eksklusif di satu pihak, tetapi pada pihak yang lain menggarisbawahi perhatian dan kepedulian Allah kepada orang-orang Niniwe. Yunus menolak pergi ke Niniwe untuk mengingatkan akan kehancurannya, tetapi Yunus menolak karena Niniwe merupakan ibu kota Asyur, musuh Israel, sehingga Yunus lebih senang kalau kota itu hancur saja. Namun ini bukan rancangan Allah, Allah mengasihi semua orang, dan tidak ada yang bisa membatasi Allah untuk mengasihi dan mengampuni.
Ayat 1-3: Kemarahan Yunus, Yunus menolak perintah Allah pergi ke Niniwe, namun akhirnya tiba di situ melalui perut ikan (2;17; 3:10). Misinya ialah untuk mengumumkan kehancuran kota itu (3:4). Ia kesal dan marah besar ketika Allah mengampuni Niniwe, karena raja dan penduduk kota itu bertobat dan mohon pengampunan Allah (3:1-10). “Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia”. Demikian dicatat pada ayat 1. Dalam kemarahannya itu, Yunus sadar, sebagaimana disebut dalam doanya, bahwa Allah adalah “Allah yang pengasih dan penyayang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan- Nya” (ayat 2). Justru hal ini, yaitu kasih dan pengampunan Allah, membuat Yunus gusar, dan mau mati. Pinta Yunus kepada Tuhan: “cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup” (ayat 3). Sikap eksklusif Yunus ini bertentangan dengan rancangan Allah yang mengasihi dan mengampuni Niniwe, maka Allah hendak menyadarkan Yunus, sebagaimana nampak pada bagian berikut ini.
Ayat 4-9: Allah menyadarkan Yunus, Tindakan menyadarkan Yunus diawali dengan pertanyaan yang bersifat korektif: “Layak-kah engkau marah?” (ayat 4). Dari sisi Yunus memang layak untuk marah. Niniwe yang merupakan musuh umat Allah pantas untuk dihancurkan, bukan dikasihi dan diampuni. Dan ini manusiawi. Tapi dari sudut Allah, tidak sesuai dan bertentangan dengan sikap Allah, sebagaimana dinyatakan dalam doa Yunus tadi, bahwa Allah itu pengasih, penyayang, panjang sabar, berlimpah kasih setia dan suka mengampuni. Maka penyadaran terhadap Yunus bertolak dari apa yang menyenangkan-nya dan diperhadapkan dengan rancangan Allah bagi Niniwe. Ketika Yunus mengamati dari luar kota Niniwe apa yang akan terjadi, Tuhan menumbuhkan sebatang pohon jarak dan disitu Yunus bernaung dan bersukacita (ayat 6). Tetapi sukacita itu tidak berlangsung lama, karena keesokan harinya pohon itu layu, kemudian datang angin dan panas terik, yang membuat Yunus marah: “selayak-nyalah aku marah sampai mati” (ayat 9). Kembali Yunus mengatakan apa yang sudah disampaikan sebelumnya: “Lebih baiklah aku mati dari pada hidup” (ayat 8). Hanya saja keinginan untuk mati pada kali yang kedua ini berbeda dengan yang sebelumnya. Yang pertama, karena Allah mengasihi dan mengampuni Niniwe, sedangkan yang kedua karena rasa aman dan sukacitanya diambil kembali. Jadi kedua keinginan mati itu berpusat pada kepentingan diri sendiri. Yunus marah dan ingin mati, karena Allah mengasihi dan mengampuni Niniwe, pada hal ia mau Niniwe hancur; dia juga kesal karena tempat perteduhan-nya layu, padahal pohon jarak itu membuat rasa aman dan sukacita. Keinginan-keinginan ini bertentangan dengan kehendak Allah.
Ayat 10-11: Allah Mengasihi Niniwe, Allah mengasihi semua orang, siapa saja yang menyadari kesalahannya dan mau bertobat, Allah mengampuninya. Begitupun Niniwe dikasih dan diampuni. “Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang…” Seorang Yunus dikasih, bagaimana mungkin kota Niniwe dengan penduduk yang banyak itu mau bertobat dan mengaharapkan pengampunan (lih. 3:8-9) tidak dikasihi dan diampuni.
Seperti Yunus yang bersikap eksklusif dan mementingkan diri, maka kecenderungan demikian pun ada pada setiap orang, termasuk pada orang Kristen. Sebenarnya sikap ini manusiawi, karena bila ada orang menonjolkan kepentingannya, hal itu biasa-biasa saja. Tetapi hal itu menjadi luar biasa jahat ketika sikap tersebut dipraktekkan oleh orang Kristen, yang percaya kepada Kristus. Orang Kristen tidak lagi berpikir dan bertindak secara antroposentris atau berpusat pada diri manusia, melainkan berpusat pada Allah dan menjalani hidup ini dalam kehendak-Nya.
Untuk Informasi lainnya yang terdapat di dalam buletin, Silahkan download file pdf yang link-nya tersedia di bawah ini